Nabi saja rela berkorban, kok kita tidak?

Assalmu'alaikum, para sahabat pembaca HIPISA Blog sekalian....

Kali ini, kita akan ngebahas soal kurban.
Friends, tiap kali kita mendengar kata 'kurban', pasti yang terbayang di kepala kita adalah kambing, unta, atau sapi disembelih, kan? Memang, gambaran ini tidak sepenuhnya salah. Namun, ada makna yang sangat dalam dibanding sekedar penyembelihan hewan ternak itu.

Sobat, kamu sekalian pasti sudah tahu kan, sejarah dimulainya kurban? Yup, bener banget, yaitu sejak Allah SWT memerintahkan Nabi Ibrahim a.s. untuk menyembelih anaknya, Ismail a.s . Meski harus kehilangan sesuatu yang paling dicintainya. Nabi Ibrahim rela kehilangan putranya, dan Nabi Ismail tak keberatan kehilangan nyawanya. Peristiwa agung ini pun diabadikan dalam al-Quran agar menjadi teladan bagi manusia di sepanjang masa.
Allah SWT berfirman:
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَابُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَاأَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” (TQS. al-Shaffat [37]: 102).


Dan seperti yang kita tahu, pengorbanan Nabi Ibrahim yang luar biasa itu pun membuahkan hasil. Tatkala ketaatan mereka telah terbukti, perintah penyembelihan itu pun dibatalkan. Sebagai gantinya, Allah Swt menebusnya dengan sembelihan hewan. Karena mereka telah lulus dari al-balâ’ al-mubîn (ujian yang nyata), mereka pun mendapatkan balasan yang besar.
Allah SWT berfirman:
فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ، وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَاإِبْرَاهِيمُ، قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ، إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلَاءُ الْمُبِينُ، وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ
Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar (TQS. Shaffat [37]: 103-107).



Nah, kalau Nabi Ibrahim saja rela untuk menyembelih anaknya sendiri ketika Allah SWT memerintahkannya. Kenapa kita, yang hanya berstatus sebagai manusia biasa, merasa berat untuk mengorbankan sedikit harta dan tenaga untuk mematuhi perintah Allah SWT, yaitu berkurban?

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Hikmah Gempa Pulau Sumatra

How and What Boring Is?

Lagu Mars HIPISA